Categories RAGAM

Mahasiswa Asal Puncak Papua Demo di Kemendagri, Soroti Militerisasi dan Krisis Kemanusiaan

Makawaru da Cunha

CITRA PAPUA.COM—JAKARTA—Ratusan mahasiswa asal Kabupaten Puncak, Papua Tengah, yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Kabupaten Puncak, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025). Aksi ini menyoroti meningkatnya kekerasan dan krisis kemanusiaan akibat konflik bersenjata di wilayah Puncak sejak 2018 hingga kini.

Dalam orasinya, perwakilan massa aksi, Deris Murib, menyampaikan bahwa Kabupaten Puncak sejak dimekarkan menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) justru menjadi salah satu zona konflik paling parah di Papua.

Menurutnya, pemekaran wilayah yang dilakukan sejak era Presiden Joko Widodo hingga era Presiden Prabowo Subianto dibarengi dengan operasi militer besar-besaran yang mengorbankan warga sipil.

“Sejak 2018, lebih dari 60.000 warga terpaksa mengungsi akibat konflik bersenjata antara aparat negara dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB),” ujar Deris.

Ia menyebut Distrik Gome, Ilaga, Beoga, dan Sinak sebagai wilayah paling terdampak, termasuk pembakaran rumah warga dan gereja serta penembakan warga sipil, seperti Meton Magay (21), Derminus Waker (20), dan Tarina Murib, seorang perempuan yang tewas tertembak pada 3 Maret 2023.

Deris juga mengkritik proyek pembangunan infrastruktur di bawah Program Nawacita yang menurutnya kerap dijadikan alasan untuk memasukkan kekuatan militer ke pedalaman Papua.

“Jalan dan bandara dibangun, tapi dibarengi dengan militerisasi. Sekolah dan fasilitas kesehatan pun jadi zona aparat. Warga takut, tidak merasa dilindungi,” tambahnya.

Massa aksi juga mengecam kebijakan Komando Operasi Habema yang dicanangkan Presiden Prabowo dalam 100 hari pemerintahannya.

Deris menyebut kebijakan itu mempertebal operasi udara dan serangan drone di wilayah Puncak, seperti di Ilaga dan Beoga.

“Human Rights Watch melaporkan serangan mortir menyebabkan kematian pelajar Deris Kogoya. Jenazah warga seperti Hetina Mirip dikubur tanpa prosedur manusiawi,” ujarnya.

Gerakan Mahasiswa Peduli Kabupaten Puncak secara tegas menolak rencana lanjutan pembentukan DOB di Papua, yang dinilai memperburuk kekerasan dan eksploitasi atas tanah adat. Mereka juga menyerukan negara untuk menghentikan operasi militer dan memprioritaskan pendekatan dialog serta perlindungan HAM.

“Pemekaran tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan adat hanya akan memperparah marginalisasi orang asli Papua,” tutup Deris.

Sebagai catatan, Kabupaten Puncak merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Puncak Jaya melalui UU No. 7 Tahun 2008 dan resmi terbentuk pada 4 Januari 2008. Kini wilayah ini terdiri atas delapan distrik dan 80 kampung dengan Ilaga sebagai ibu kota. Awalnya dibentuk untuk mendekatkan pelayanan, namun kini menjadi sorotan karena konflik yang terus memburuk. (Laporan: Ansel Deri)

About The Author

More From Author

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *