Makawaru da Cunha
PASAR Wuring yang legendaris kini tinggal kenangan, kisah dan cerita bagi masyarakat nelayan di pesisir Maumere.
Tak ada lagi perempuan dan anak-anak menjunjung baskom, ember di kepala dan menjual ikan, tak ada warga yang ramai memburu ikan segar, lapak-lapak kosong melompong. Senja pun perlahan pergi. Sunyi senyap.
Para pedagang pasar Wuring adalah orang kecil atau wong cilik, yang tak memiliki akses pasar luas, informasi dan keuangan seperti pedagang besar lainnya.
Air mata, pilu, luka, keringat hanya untuk mengais sedikit rezeki. Tapi kini mereka wajib mengemas barang dagangan dan “angkat kaki” seakan tak berdaya menghadapi kebijakan pemerintah.
Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sikka resmi menutup Pasar Wuring, resmi menutup Pasar Wuring di Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atau hanya ditempuh sekitar 10 menit dari pusat kota Maumere.
Para pedagang direlokasi ke Pasar Alok, sebagai bagian dari upaya penataan dan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pasar Wuring sebelumnya merupakan primadona ikan segar, ikan kering, pakaian, hingga kebutuhan rumah tangga lainnya.
Salah satu komoditas paling laris adalah ikan kering produksi nelayan Wuring, yang kerap dibawa sebagai oleh-oleh ke luar Maumere.

Ikan kering produksi nelayan Wuring salah satu komoditas paling laris, yang kerap dibawa sebagai oleh-oleh ke luar Maumere. (Foto: Kumparan.com)
Ikan Laut Kualitas Ekspor
Wuring juga sebagai salah satu sentra produksi ikan laut kualitas ekspor, seperti kakap merah, mubara, lobster, tripang, rumput laut, hingga garam.
Dulu, kebanyakan nelayan di Wuring menangkap ikan menggunakan motor tempel atau ketinting. Kini sejumlah nelayan telah memiliki lebih dari satu motor Johnson, yang memungkinkan nelayan menangkap ikan hingga mengarungi lautan luas.
Di era pemerintahan Bupati Laurens Say, didukung Kepala Dinas Perikanan Yosep da Cunha tak henti-hentinya mendorong institusi perbankan, untuk membantu nelayan Wuring melalui sistem kredit.
Tak pelak, sejumlah institusi perbankan mengaku senang melayani nelayan Wuring, lantaran mereka aktif membayar angsuran.
Pelabuhan Laut Teramai Nomor Dua
Selain pasar, Pelabuhan Wuring sebagai pelabuhan laut strategis dan teramai kedua, setelah Pelabuhan Laut Laurens Say Maumere.
Pelabuhan ini menjadi aktivitas bongkar muat komoditas dari Makassar, seperti beras, semen, dan sembako. Jarak tempuh yang lebih singkat dari Makassar dibanding Surabaya menjadikan harga barang lebih kompetitif.
Ketika kapal kembali ke Makassar, mereka membawa komuditas lokal seperti cengkeh, vanili, kopi, kelapa, dan garam untuk dijual ke luar daerah.
Sejak tahun 1970-an, pelabuhan ini juga menjadi titik keberangkatan perantau asal Flores menuju wilayah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Merauke, dan Papua.
Destinasi Wisata
Selain produsen ikan laut, Wuring juga merupakan salah satu destinasi wisata alternatif di pesisir perairan utara Pulau Flores.
Panorama alam unik, indah, eksotis, dan sunset yang memanjakan mata.
Rumah-rumah panggung berdiri di atas tiang kayu dan terhubung dengan jembatan kayu sempit, dan jalan setapak di atas laut.
Beberapa wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara juga datang untuk menyelam atau snorkeling, yang kaya terumbu karang.
Isu Lingkungan
Meski demikian, Wuring mendatang menghadapi beberapa tantangan, terutama isu lingkungan. Perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut dapat mengancam rumah-rumah panggung milik warga.
Gelombang tsunami yang menerjang Pulau Flores 12 Desember 1992 silam juga ikut menyapu Wuring, menyebabkan warga kehilangan materi dan korban jiwa.
Sampah laut dan limbah rumah tangga menjadi masalah lingkungan yang cukup serius. Akses infrastruktur seperti air bersih dan sanitasi masih perlu dibenahi.
Bajo dan Bugis
Mayoritas penduduk Wuring berasal dari Bajo dan Bugis sejak pertengahan abad ke-18.
Mereka tak hanya tinggal di Wuring, tapi juga di wilayah-wilayah perairan utara Pulau Flores, seperti Geliting, Pemada, Nangahale, Maurole, Ende, Maubawa, Maukeli, Mbay, Reo, Labuan Bajo dan lain-lain. **