Categories TELUSUR

Membangun Papua Tengah dari Rahim: Urgensi Strategi Kontekstual untuk Selamatkan Ibu dan Anak

Oleh: Sopia Gobai
(Mahasiswa Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin)

Papua Tengah masih menjadi potret nyata ketimpangan pembangunan kesehatan di Indonesia. Ketika sebagian besar wilayah negeri ini telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak, Papua Tengah justru masih bergulat dengan kenyataan pahit: angka kematian ibu mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian bayi 166 per 1.000 kelahiran hidup, serta prevalensi stunting di beberapa kabupaten melebihi 40 persen. Ini bukan hanya krisis kesehatan, tetapi juga krisis kemanusiaan.

Mengapa kondisi ini terus berlangsung? Jawabannya tidak sesederhana ketiadaan fasilitas atau minimnya tenaga medis. Papua Tengah menghadapi tantangan berlapis: dari keterbatasan infrastruktur dasar, kepercayaan terhadap praktik tradisional yang kadang bertentangan dengan ilmu medis, hingga kebijakan nasional yang seringkali gagal menyesuaikan diri dengan konteks sosial budaya setempat.

Selama ini, intervensi yang dilakukan pemerintah pusat dan mitra pembangunan cenderung berorientasi pada standar nasional. Padahal, keberhasilan intervensi sangat tergantung pada kesesuaian dengan konteks lokal. Edukasi kesehatan, misalnya, tidak akan efektif jika disampaikan dalam bahasa yang tidak dipahami masyarakat lokal atau jika tidak melibatkan tokoh adat yang dihormati.

Untuk menjawab tantangan ini, dibutuhkan pendekatan yang lebih manusiawi dan kontekstual. Pertama, strategi kesehatan ibu dan anak harus berbasis komunitas, dengan memberdayakan kader lokal, bidan kampung, serta menggandeng tokoh adat dan agama sebagai agen perubahan. Kedua, akses terhadap layanan kesehatan harus ditingkatkan melalui inovasi transportasi darurat dan pemanfaatan teknologi seperti telemedicine, yang memungkinkan konsultasi jarak jauh di wilayah tanpa dokter. Ketiga, program intervensi gizi perlu dikembangkan melalui pendekatan budaya dan ekonomi lokal—bukan sekadar pembagian bantuan, tetapi pemberdayaan keluarga

Strategi Kontekstual: dari Komunitas untuk Komunitas

Selama ini, sejumlah program telah dijalankan: mulai dari pelatihan tenaga kesehatan, bantuan makanan tambahan untuk balita, hingga pelibatan tokoh adat dalam kampanye kesehatan. Namun, hasilnya belum memuaskan. Pendekatan yang terlalu terpusat dan tidak menyesuaikan diri dengan kondisi sosial budaya lokal dinilai menjadi penyebab utama kegagalan intervensi.

Oleh karena itu, diperlukan perubahan strategi. Pendekatan top-down harus ditinggalkan. Papua Tengah butuh model penanganan yang partisipatif, berbasis komunitas, dan adaptif terhadap realitas lokal.

Lima Rekomendasi Kebijakan

  1. Kesehatan Berbasis Budaya Lokal
    Libatkan tokoh adat, pemuka agama, dan kader lokal dalam edukasi dan layanan kesehatan. Gunakan bahasa lokal dalam penyuluhan dan sediakan layanan kesehatan yang menghargai nilai-nilai budaya setempat.
  2. Perbaikan Akses Layanan dan Transportasi Medis
    Tingkatkan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan dengan insentif khusus. Fasilitasi ambulans darat dan udara untuk menjangkau daerah terisolasi.
  3. Transformasi Gizi dan Layanan 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan)
    Bangun dapur gizi kampung, perluas distribusi makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, serta pastikan kunjungan rutin melalui Posyandu berbasis kampung.
  4. Pemanfaatan Teknologi Sederhana
    Gunakan telemedicine untuk konsultasi ibu hamil dan bayi. Dorong digitalisasi pencatatan gizi dan status kesehatan anak.
  5. Monitoring Berbasis Data Lokal
    Ciptakan sistem pemantauan real-time dengan partisipasi perguruan tinggi lokal, LSM, dan gereja untuk mengawal efektivitas program.

Akhir Kata: Saatnya Berubah dan Bergerak

Mengurangi kematian ibu, anak dan menekan angka stunting bukan sekadar tugas pemerintah, tapi panggilan moral untuk semua pihak—dari pusat hingga kampung. Tanpa pendekatan yang kontekstual dan humanis, Papua Tengah akan terus tertinggal dalam pembangunan kesehatan. Kini saatnya membuka mata, mendengar suara masyarakat adat, dan membangun kesehatan dari akar rumput.

About The Author

More From Author

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *