Categories RAGAM

Teliti Kesehatan Reproduksi Wanita Asmat, Ruth Yogi Sandang Gelar Doktor Cumlaude di Uncen

Makawaru da Cunha

CITRA PAPUA.COM-KOTA JAYAPURA—Ruth Yogi, S.ST., M.Kes secara resmi menyadang gelar Doktor dalam bidang Ilmu Sosial Kajian Antropologi dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura.

Gelar tersebut diraih setelah ia berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Studi Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Reproduksi Wanita Suku Asmat di Kabupaten Asmat” dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar pada Selasa (10/6/2025).

Sidang terbuka dipimpin oleh Direktur Pascasarjana Uncen, Prof. Dr. Akbar Silo, M.Si., mewakili Rektor Uncen Dr. Oscar Wambrauw, SE., MSc.Agr, dan dihadiri oleh tim promotor, ko-promotor, serta penguji eksternal.

Ruth Yogi, S.ST., M.Kes saat memaparkan disertasi dalam sidang terbuka promosi doktor di Universitas Cenderawasih, Selasa (10/6/2025), di Hotel Horison Kotaraja, Jayapura. (Foto: Citra Papua.Com/Makawaru da Cunha)

Ruth dinyatakan lulus dengan nilai kumulatif 3,93 dan predikat cumlaude (sangat memuaskan).

Promotor Prof. Dr. Pawennari Hijjang, MA, menyampaikan bahwa keputusan kelulusan ini didasarkan pada pertimbangan akademik dan hasil tanya jawab yang mendalam terhadap disertasi Ruth.

“Penelitiannya memberikan kontribusi penting dalam memahami keterkaitan antara budaya dan kesehatan reproduksi perempuan Asmat,” ungkap Pawennari.

Ruth Yogi, S.ST., M.Kes saat menghadap tim penguji usai menjalani sidang terbuka promosi doktor di Universitas Cenderawasih, Selasa (10/6/2025), di Hotel Horison Kotaraja, Jayapura. (Foto: Citra Papua.Com/Makawaru da Cunha)

Dalam paparannya, Ruth Yogi menjelaskan bahwa riset ini berangkat dari minimnya studi yang mengangkat isu kesehatan reproduksi perempuan Asmat dari sudut pandang sosial budaya.

Ia menemukan bahwa perempuan Asmat pada usia produktif umumnya melahirkan antara 8 hingga 15 anak. Namun, kondisi ini kerap disertai dengan masalah kesehatan seperti kekurangan gizi, tingginya angka stunting, dan minimnya pemberian ASI.

“Dalam budaya mereka, perempuan dianggap tangguh jika mampu melahirkan banyak anak. Namun, hal ini berdampak pada kondisi kesehatan ibu dan anak yang kurang optimal,” ujar Ruth.

Ia menambahkan bahwa disertasinya memunculkan konsep teori baru tentang budaya “ketat” dan “longgar”.

Budaya ketat adalah budaya yang tidak bisa diubah dan harus tetap dipertahankan, sedangkan budaya longgar adalah yang dapat beradaptasi dengan pendekatan kesehatan modern. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu dalam merumuskan kebijakan kesehatan yang lebih sensitif terhadap budaya lokal.

Ruth berharap hasil penelitiannya dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pemerintah dan instansi terkait dalam menyusun kebijakan yang berpihak pada kesehatan reproduksi perempuan Asmat, tanpa mengabaikan nilai-nilai budaya mereka.

“Dengan pemahaman budaya yang tepat, kita bisa membangun kebijakan kesehatan yang inklusif dan efektif,” tutupnya. **

About The Author

More From Author

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *