CITRAPAPUA – Kota Jayapura – Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alun
mni Univeristas Yapis Papua, Dr Ahmad Rifai Rahawarin S.H., M.H berpendapat bahwa pro dan kontra penerapan azas dominus litis dalam RUU KUHAP adalah hal yang wajar karena masing-masing pihak memiliki argumentasi secara akademik dari sudut pandang yang positif maupun negatif.
Apalagi, ungkap dia, KUHAP yang berlaku sekarang ini sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan hukum pidana secara global maupun terkhusus di Indonesia dengan adanya perubahan hukum pidana materiil yaitu KUHP 2023 yang substansinya sudah mengabsorpsi nilai-nilai hukum agama, hukum adat maupun hukum-hukum barat.
“Oleh sebab itu perlu secepatnya RUU KUHAP segera disahkan sehingga penegakan hukum pidana materiil itu dapat berjalan sesuai perkembangan hukum,” katanya di Jayapura, Selasa 11 Februari 2025.
Menurut dia, penegakan hukum dimaksudkan untuk memenuhi tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian maupun pemanfaatan, namun perlu diingat bahwa selain tujuan hukum tersebut di dalam hukum pidana ada tujuan spesifik dalam mewujudkan hukum pidana itu sendiri yaitu adanya tujuan pemidanaan sebagaimana yang dirumuskan di dalam KUHP yang baru, selain itu juga ada pedoman pemidanaan.
“Jadi, esensi dari penegakan hukum itu harus mengarah kepada tujuan pemidanaan dan berpedoman pada pedoman pemidanaan yang telah dirumuskan,” ujarnya.
Selain itu juga dalam penegakan hukum pidana ada konsep restorative justice yang melibatkan pelaku dan/atau keluarganya, korban dan/atau keluarganya beserta penegak hukum. Sehingga pada penegakan hukum pada setiap tahapan sistem peradilan pidana baik tahap prajudikasi, ajudikasi, hingga purna ajudikasi harus berorientasi pada keempat tujuan pemidanaan dalam KUHP 2023.
Dalam penegakan hukum, lanjut dia, yang terpenting adalah moral penegak hukum itu sendiri sehingga hal-hal yang terkait dengan pandangan negatif bisa terminimalisir tentu moral penegak hukum harus menjadi fokus utama dalam memperbaiki sistem hukum nasional, selain moral adalah yang kedua sistem itu sendiri harus dibuat lebih modern, transparan dan bijaksana.
“Sehingga hal-hal negatif yang dikhawatirkan secara sistem dapat ditutupi. Jadi, perumusan RUU KUHAP ini harus berorientasi pada tujuan pemidanaan itu sendiri. Karena perubahan hukum pidana secara global maupun nasional ini sudah ke arah yang berbeda dari hukum pidana sebelumnya,” lanjutnya.
Lembaga penegak hukum yang berada dalam sistem peradilan pidana saat ini menurut, Alumni SMU Negeri 4 Kota Jayapura itu, telah berjalan sesuai dengan kewenangannya dan tentu kewenangan itu tetap dipertahankan dengan memperbaiki berapa bagian-bagian dari sistem peredaran pidana itu sendiri.
“Misalnya pada tahap pra ajudikasi di kepolisian di mana penerapan restoratif justice ini telah dilaksanakan dengan baik, begitu pula di kejaksaan, kita harapkan kualitasnya ditingkatkan hingga keadilan bisa tercapai dengan baik,” katanya.
Oleh sebab, usul dia, di dalam KUHAP itu harus juga diatur keterlibatan korban dan keluarganya di dalam menentukan apakah proses penegakan hukum itu dilanjutkan atau dengan proses damai.
Apalagi di dalam KUHP kita yang baru ini berlaku juga hukum pidana adat dan setiap suku berbeda hukum adatnya dan proses penyelesaiannya oleh sebab itu di KUHAP itu juga harus dirumuskan tentang cara menyelesaikan delik adat di dalam hukum nasional kita.
“Jadi, kewenangan dalam penegakan hukum ini harus sinergi antara semua penegak hukum baik polisi, jaksa, hakim, maupun advokat dan terakhir di lembaga pemasyarakatan harus satu sistem yang bersinergi dan berkolaborasi,” katanya.
“Kewenangan itu harus diatur bersama-sama di mana para penegak hukum ini dilibatkan, serta ada ruang keterlibatan bagi masyarakat khususnya korban dan keluarganya dalam sistem peradilan kita dewasa ini,” tambhnya.(Redaksi)